Satu bulan sejak terbongkarnya praktik tambang ilegal di kawasan konservasi Kebun Raya Universitas Mulawarman (KRUS), publik masih belum mendapat kepa...
POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Satu bulan sejak terbongkarnya praktik tambang ilegal di kawasan konservasi Kebun Raya Universitas Mulawarman (KRUS), publik masih belum mendapat kepastian hukum.
Kerusakan hutan seluas 3,2 hektare telah terjadi, namun hingga kini belum satu pun pelaku ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi lambannya proses penegakan hukum, DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan lintas komisi pada Senin (5/5/2025) di Gedung E, Kompleks DPRD Kaltim, Samarinda.
Rapat dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV, M Darlis Pattalongi, dan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Polda Kaltim, Gakkum KLHK, Fakultas Kehutanan Unmul, Dinas ESDM, DLH, Dinas PMPTSP, serta perwakilan LSM lingkungan.
Direktur Reskrimsus Polda Kaltim, Kombes Pol Juda Nusa Putra, menjelaskan bahwa pihaknya masih memburu dua saksi kunci yang diyakini mengetahui jalur logistik dan struktur kendali kegiatan tambang ilegal tersebut.
Kami sedang mencari dua saksi, saudara RS dan A. Ini penting untuk membuka peran pelaku utama,” terang Juda di hadapan forum.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 18 saksi, terdiri dari 12 civitas akademika Unmul, 4 karyawan KSU Putra Mahakam Mandiri (PUMMA), dan 2 warga setempat.
Namun, penyelidikan belum mengarah pada penetapan tersangka.
Anggota Komisi I, Didik Agung Eko Wahono, menyatakan bahwa proses hukum seharusnya bisa lebih progresif.
Ia menilai keterlibatan pemilik lahan dan konsesi merupakan kunci dalam mengungkap pelaku.
“Tidak mungkin tambang beroperasi tanpa restu dua pihak itu. Jika penegakan hukum serius, seharusnya pelaku utama sudah bisa diungkap,” ujarnya tegas.
Nama KSU PUMMA kembali mencuat dalam diskusi karena lokasi aktivitas ilegal berdekatan dengan wilayah konsesi koperasi tersebut.
Namun, belum ada langkah hukum konkret yang diarahkan ke badan usaha tersebut.
RDP gabungan DPRD Kaltim menyepakati bahwa lambannya penanganan telah memicu keresahan publik dan merusak kredibilitas penegakan hukum.
Dalam notulensi resmi, DPRD memberikan tenggat waktu dua minggu kepada Ditreskrimsus Polda Kaltim untuk menetapkan minimal satu tersangka.
“Kita tidak ingin kasus ini berlarut. Sudah ada kerusakan nyata, dan ini terjadi di kawasan konservasi pendidikan. Penegakan hukum harus berjalan,” tutup Darlis Pattalongi.
Forum juga menyarankan pembentukan tim gabungan pemantau independen dan mendorong partisipasi perguruan tinggi serta masyarakat sipil dalam menjaga kawasan KRUS dari aktivitas ilegal. (adv)