Lambannya respons Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dalam menangani dugaan pelanggaran hukum dan kerugian negara yang diduga dilakukan oleh PT PTB...
POJOKNEGERI.COM - Lambannya respons Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dalam menangani dugaan pelanggaran hukum dan kerugian negara yang diduga dilakukan oleh PT PTB melalui aktivitas terminal ship to ship (STS) di Muara Berau dan Muara Jawa menjadi sorotan.
Hal ini lantas dikecam Forum Komunikasi Pemuda (FORKOP) Kalimantan Timur (Kaltim).
FORKOP Kaltim menilai bahwa aktivitas pengelolaan terminal ship to ship (STS) yang dilakukan oleh perusahaan berinisial PT PTB di wilayah perairan Kalimantan Timur selama ini tidak memberikan manfaat ekonomi bagi daerah, meskipun wilayah operasi berada di bawah yurisdiksi provinsi tersebut.
Ketua FORKOP Kaltim, Adam Wijaya, menyatakan bahwa perusahaan tersebut diduga menikmati keuntungan besar dari kegiatan bongkar muat batubara, sementara pemerintah daerah dan masyarakat tidak memperoleh kontribusi signifikan.
“Pemprov dan DPRD Kaltim kami nilai belum menunjukkan kepedulian serius terhadap persoalan ini. Oleh karena itu, kami akan melakukan aksi demonstrasi di kantor gubernur dan DPRD sebagai bentuk protes,” ujar Adam belum lama ini.
Menurut FORKOP, pengelolaan STS seharusnya dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah.
Selain itu, FORKOP Kaltim juga menyoroti dugaan korupsi yang nilainya diperkirakan mencapai Rp5,04 triliun, dan menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga ke tingkat pusat.
“Kami akan menggelar diskusi publik dan aksi di Jakarta agar persoalan ini mendapat perhatian nasional dan ditangani secara transparan,” tambah Adam.
Sebelumnya diberitakan bahwa PT PTB diduga melakukan kegiatan STS di wilayah yang belum memiliki dasar hukum sebagai pelabuhan resmi. Izin yang dikantongi perusahaan tersebut dari Kementerian Perhubungan diduga dikeluarkan berdasarkan data yang tidak akurat.
Berdasarkan telaah regulasi, kegiatan PT PTB dinilai telah melanggar beberapa ketentuan, termasuk Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 48 Tahun 2021, khususnya Pasal 7, 17, dan 18, yang mengatur tentang penetapan wilayah konsesi pelabuhan dan kesesuaian dengan tata ruang daerah. Tidak ditemukan bukti koordinasi atau rekomendasi dari Gubernur Kaltim dalam pelaksanaan kegiatan STS tersebut.
Selain itu, Permenhub Nomor 59 Tahun 2021 juga menyebutkan bahwa setiap aktivitas usaha di pelabuhan wajib dilaporkan kepada gubernur serta penyelenggara pelabuhan. Namun, dalam kasus PT PTB, jejak administratif pelaporan tersebut tidak ditemukan, yang menjadikan aktivitasnya tidak memiliki legitimasi tata ruang yang sah.
Masalah lainnya adalah pemberlakuan tarif bongkar muat sebesar USD 1,97 per metrik ton yang dikenakan PT PTB kepada eksportir batubara, berdasarkan Surat Menteri Perhubungan Nomor PR.202/1/18 PHB 2023 tertanggal 24 Juli 2023. Tarif ini diterapkan dengan dalih penggunaan floating crane, padahal PT PTB diduga tidak memiliki fasilitas tersebut.
Sejak tarif tersebut diberlakukan, sekitar 250 juta metrik ton batubara telah diekspor melalui STS, dan nilai pungutan yang dinikmati perusahaan ditaksir mencapai USD 300 juta atau setara Rp5,04 triliun. Dana tersebut diduga tidak tercatat sebagai penerimaan resmi negara maupun daerah.
Tarif tersebut belakangan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta melalui Putusan Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal 18 September 2024, yang sekaligus membatalkan Putusan sebelumnya dari PTUN Jakarta. Saat ini, PT PTB tengah menempuh upaya kasasi atas putusan tersebut.
Terkait dugaan korupsi ini, laporan telah disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur. Pihak Kejati Kaltim menyatakan bahwa laporan tengah dalam proses penelaahan.
“Kami sedang mendalami laporan ini melalui Bidang Tindak Pidana Khusus,” ujar Toni Yuswanto, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim.
FORKOP menyatakan akan terus mengawal proses hukum dan menuntut agar seluruh pihak yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
(tim redaksi)