Hujan deras yang mengguyur kawasan Samarinda Seberang tak menyurutkan antusiasme ribuan warga untuk menghadiri puncak Festival Kampung Ketupat 2025....
POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Hujan deras yang mengguyur kawasan Samarinda Seberang tak menyurutkan antusiasme ribuan warga untuk menghadiri puncak Festival Kampung Ketupat 2025.
Dilaksanakan di Lapangan Utama Kampung Ketupat, Minggu (18/5/2025), acara penutup dihadiri langsung oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun.
Dalam acara tersebut, sekitar 2.500 porsi ketupat gratis ludes dibagikan kepada masyarakat, menjadi simbol syukur sekaligus penutup festival.
Ketupat bukan sekadar makanan tradisional, namun menjadi lambang kuatnya nilai kebersamaan dan warisan budaya lokal.
"Ketupat lebih dari sekadar makanan, ia mencerminkan nilai gotong royong, kesederhanaan, dan perjuangan. Setiap anyamannya punya makna kehidupan," ujar Andi Harun.
Festival ini bukan hanya pesta kuliner, melainkan juga perayaan identitas budaya kampung Ketupat yang dibangun sejak 2017, kini telah menjelma menjadi destinasi wisata unggulan, melalui semangat gotong royong warga dari kawasan kumuh di pinggir Sungai Mahakam kini menjadi wajah baru Samarinda dengan daya tarik budaya yang kental.
Ia mengungkapkan komitmennya untuk terus mendorong pengembangan kawasan ini dalam waktu dekat akan menurunkan tim untuk merancang pengembangan lebih lanjut baik dari segi infrastruktur maupun desain festival yang lebih kolaboratif.
“Ini adalah warisan yang tak ternilai. Tidak ada pilihan selain kita jaga kita rawat dan kita kembangkan,” tegasnya.
Rencana besar telah disiapkan, termasuk kemungkinan menyatukan Festival Kampung Ketupat dengan agenda besar seperti Festival Mahakam atau Hari Jadi Kota Samarinda.
Hal ini diharapkan dapat memperkuat branding dan memperluas daya tarik wisata.
“Kalau kita mixing dengan festival lain efeknya bisa lebih kuat. Kampung Ketupat bisa menjadi magnet baru wisata budaya di Kalimantan Timur,” tambahnya.
Lebih dari sekadar pesta rakyat Festival Kampung Ketupat adalah panggung untuk memperlihatkan bahwa budaya lokal punya daya hidup yang luar biasa. (*)