Jalan nasional yang menjadi urat nadi konektivitas antarwilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.DPRD Kaltim melal...
POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Jalan nasional yang menjadi urat nadi konektivitas antarwilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
DPRD Kaltim melalui Komisi III menegaskan pentingnya pendekatan anggaran yang lebih terarah dan bertahap dalam menangani kerusakan, terutama pada ruas-ruas yang mengalami kondisi kritis seperti di Kutai Barat hingga Mahakam Ulu.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim.
Dalam laporan BBPJN, dari total 1.806 kilometer jalan nasional di Kaltim, sekitar 147 kilometer mengalami kerusakan ringan, dan 39 kilometer dalam kondisi rusak berat. Hanya 477 kilometer yang dinyatakan dalam kondisi baik, meskipun secara keseluruhan tingkat kemantapan jalan nasional mencapai 89 persen.
Salah satu titik krusial yang disorot adalah ruas Kutai Barat–Mahakam Ulu yang sempat lumpuh akibat longsor di Kampung Memahak Besar, Long Bagun, pada Minggu (13/4/2025).
Meskipun akses darurat sudah dibuka, pembangunan jalan permanen baru dijadwalkan mulai Juni 2025.
Di samping itu, jalan nasional lintas tengah sepanjang 352 kilometer juga menjadi perhatian, karena tingkat kemantapannya baru mencapai 74 persen.
Jalur ini meliputi wilayah Kutai Kartanegara, Kutai Barat hingga perbatasan Kaltim-Kalteng.
BBPJN memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai Rp1,75 triliun untuk meningkatkan konektivitas jalur ini, termasuk Rp400 miliar untuk preservasi beberapa ruas utama.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, mengatakan penanganan longsor di Mahulu telah dilakukan sementara, namun kendala anggaran sempat memperlambat progres awal tahun.
“BBPJN mengalami efisiensi anggaran, Januari–Februari sempat diblokir, dan baru dibuka pada Maret,” ujarnya.
Komisi III pun mendesak agar BBPJN fokus menyelesaikan satu proyek secara tuntas sebelum melangkah ke proyek lainnya, agar hasilnya bisa langsung dirasakan masyarakat dan tidak terbengkalai.
Sementara itu, Abdulloh juga sempat mengusulkan wacana pengambilalihan status jalan dari nasional ke provinsi, namun menurutnya prosesnya terlalu panjang.
“Bisa makan waktu lima tahun hanya untuk pengalihan status, jadi lebih baik kita fokus ke anggaran pembangunan saja,” jelasnya.
Saat ini, belum ada surat resmi dari Pemprov Kaltim terkait pengambilalihan tersebut, sehingga ruas jalan Kutai Barat–Mahulu masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat setidaknya hingga lima tahun ke depan. (adv)